Puan Maharani Soal Tuntutan Ojol: DPR Sedang Cari Win-win Solution, Jangan Ada Pihak yang Dirugikan

Puan Maharani Jakarta, 20 Mei 2025 – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, menanggapi tuntutan para pengemudi ojek online (ojol) yang belakangan ini kembali menyuarakan aspirasi mereka terkait regulasi tarif, jaminan sosial, hingga status hubungan kerja. Dalam pernyataannya, Puan menegaskan bahwa DPR sedang mencari solusi terbaik yang mengakomodasi kepentingan semua pihak, baik pengemudi, perusahaan aplikasi, maupun pemerintah.

“Kami di DPR sedang mencari win-win solution. Jangan sampai ada pihak yang dirugikan, baik itu mitra pengemudi maupun pihak aplikator. Negara harus hadir untuk menjembatani dan menciptakan keadilan,” ujar Puan dalam keterangan persnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Tuntutan Pengemudi Ojol: Antara Kesejahteraan dan Kepastian Hukum

Sejumlah komunitas pengemudi ojol dalam beberapa pekan terakhir kembali menggelar aksi damai di beberapa kota besar, termasuk Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Mereka menuntut peningkatan tarif dasar, transparansi pemotongan komisi, perlindungan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan, dan kejelasan status hukum sebagai pekerja.

“Kami bukan sekadar mitra, kami juga manusia yang butuh kepastian hidup. Tarif makin kecil, biaya operasional makin tinggi,” ujar Fajar, seorang pengemudi ojol di Jakarta yang mengikuti aksi di depan Gedung DPR pekan lalu.

Para pengemudi menyoroti ketimpangan relasi antara mereka dan perusahaan aplikasi, yang dalam praktiknya dianggap memiliki kekuasaan dominan dalam penentuan tarif, insentif, dan sanksi. Meski disebut sebagai “mitra”, para pengemudi merasa tidak memiliki kekuatan tawar yang cukup, terutama dalam sistem kerja berbasis algoritma.

Peran DPR dalam Menyusun Regulasi

Menanggapi hal tersebut, Puan menyatakan bahwa DPR RI memahami keresahan para pengemudi ojol dan telah menjadikan isu ini sebagai perhatian serius dalam pembahasan regulasi ketenagakerjaan berbasis ekonomi digital.

“Model kerja di sektor digital ini memang belum seluruhnya diatur secara komprehensif. Kita harus memastikan bahwa teknologi tidak membuat manusia menjadi korban,” tegas Puan.

Menurut Puan, DPR melalui Komisi IX dan Komisi V tengah mendalami skema perlindungan hukum dan sosial bagi para pekerja sektor gig economy seperti pengemudi ojol. Salah satu opsi yang sedang dikaji adalah revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan dan penambahan klausul khusus mengenai pekerja berbasis platform digital.

“Ini bukan soal menentang inovasi, tapi memastikan keadilan dalam ekosistem ekonomi digital. Kita harus menjawab tantangan zaman dengan aturan yang relevan,” tambahnya.

Puan Maharani

Kolaborasi dengan Pemerintah dan Aplikator

Puan juga mendorong Kementerian Perhubungan, Kementerian Ketenagakerjaan, serta Badan Perlindungan Konsumen Nasional untuk berkoordinasi dengan DPR dan pihak aplikator guna merumuskan regulasi yang adil dan implementatif.

“Pemerintah, DPR, dan pelaku industri harus duduk bersama. Kalau hanya mengedepankan kepentingan satu pihak, tidak akan ada solusi jangka panjang,” katanya.

Ia menekankan pentingnya prinsip keadilan distributif dalam setiap kebijakan, yakni bagaimana keuntungan dan beban dalam ekosistem digital ini dibagi secara proporsional antara perusahaan dan para pekerja lapangan.

Puan juga menyoroti perlunya transparansi algoritma, yang selama ini menjadi “kotak hitam” dalam penentuan pesanan dan insentif. “Jika mitra pengemudi tidak tahu bagaimana sistem bekerja, itu menciptakan ketidakpastian dan rasa tidak adil.”

Respons Perusahaan Aplikasi

Beberapa perusahaan aplikasi transportasi online seperti Gojek dan Grab menyatakan bahwa mereka terbuka terhadap dialog dan terus melakukan perbaikan sistem berbasis masukan dari mitra pengemudi.

Dalam pernyataan resminya, salah satu aplikator menyebut bahwa skema kemitraan memberikan fleksibilitas kepada pengemudi untuk menentukan waktu dan jumlah kerja, yang dinilai sebagai keunggulan dibanding sistem kerja konvensional.

Namun, para pengamat menyebut bahwa fleksibilitas tidak seharusnya menjadi alasan untuk menghindari tanggung jawab sosial. “Kalau kontribusi tenaga kerja besar, perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan mereka,” ujar Yuliana Rahma, pakar ekonomi digital dari Universitas Indonesia.

Harapan dari Masyarakat dan Pengemudi

Publik secara umum memberikan simpati terhadap tuntutan pengemudi ojol, yang selama ini telah menjadi bagian penting dari kehidupan urban. Di tengah kemacetan dan mobilitas tinggi, layanan ojol telah memberikan solusi cepat dan efisien bagi masyarakat.

“Kita semua terbantu oleh mereka. Sudah sepantasnya mereka mendapat perlindungan yang layak,” ujar Andi, warga Jakarta Selatan.

Para pengemudi berharap bahwa pernyataan dari Puan Maharani bukan sekadar wacana, tetapi benar-benar diwujudkan dalam bentuk kebijakan konkret. Mereka ingin melihat adanya peraturan pemerintah atau bahkan undang-undang yang melindungi hak-hak mereka secara tegas.

“Yang kami inginkan bukan sekadar naik tarif, tapi kepastian. Ada payung hukum, ada jaminan, dan ada suara kami yang didengar,” pungkas Fajar.

Penutup

Pernyataan Puan Maharani bahwa DPR tengah mencari jalan tengah merupakan sinyal positif bagi para pengemudi ojol dan masyarakat umum. Di tengah transformasi digital yang cepat, penting bagi negara untuk tidak tertinggal dalam memastikan bahwa teknologi tidak menjadi alat ketimpangan baru. Jalan menuju keadilan digital memang tidak mudah, namun bukan tidak mungkin. Semua pihak kini menantikan langkah konkret selanjutnya dari DPR dan pemerintah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *